Namaku John, Ibuku, Julia adalah
seorang Rock and Roll sejati. Menikmati
hidup dengan semua yang dipunya dengan banyak bersyukur, sedangkan tanteku,
Mimi adalah seorang wanita yang hidup dengan kelas. Kelas yang hanya dimiliki mereka
yang berada di atas.
Suatu sore, Julia dan aku pergi ke
suatu bar. Dia menyalakan rokoknya, bernyanyi dan menari Rock and Roll.
“Step
in my rocket and don’t be late, We’re pulling out about half past eight.”
“Apa kau tau Rock and Roll ?” Tanya
Julia. Aku hanya diam dan tersenyum.
Hari demi hari ku jalani dengan
Ibuku, aku bolos dari sekolah dan mengenal Rock
and Roll dengan Ibuku. Aku melakukannya diam – diam tanpa sepengetahuan
Tante Mimi. Suatu hari aku memohon untuk
diajarkan memainkan banjo dengan musik Rock
and Roll.
“Ooh,
Maggie, Maggie Mae, They have taken her away, and she won’t be walking Lime
Street any more. Well, the judge, he guilty found her of robbing a homeward
bounder. You dirty, robbin’ no good Maggie Mae.” Dia bernyayi Maggie Mae, lalu aku bertanya “Siapa
Maggie Mae ?” dia menjawab “Seorang Pelacur.”
Aku berlatih siang malam untuk mampu
memainkan musik Rock and Roll dengan banjo Ibuku. Sampai akhirnya aku menemukan
nadaku sendiri.
Suatu ketika, Tante Mimi mendapat
laporan dari sekolah bahwa aku bolos sekolah. Tante Mimi langsung ke rumah
Ibuku dan langsung memarahi kami. “Ini
mungkin hidupmu, kekacauan yang besar, tapi bukan dia. Apakah kau sadar dia
telah diskors ?” teriak Tante Mimi. “Ya” jawab Ibuku. Kemudian Tante Mimi
menyuruhku untuk pulang, tapi aku tidak mau. Ibuku lalu mengusir Tante Mimi
“Get out of my house.”
Aku sadar akan kesalahanku, aku
pulang ke rumah Tante Mimi. Lalu aku bilang “Aku akan membuat sebuah group band
Rock and Roll. Aku ingin seperti Elvis” Tak kusangka, dia mengizinkannya,
segera setelah itu, Tante Mimi mengajakku untuk membeli gitar untukku.
Gallotone Champion, seharga 7 pounds.
Aku kembali sekolah untuk membuat
band skiffle-ku sendiri. Aku
merekrut anggota bandku di toilet sekolah. Konser pertama kami adalah di atas
truk kecil di sebuah karnaval. Band kami menyanyikan lagu Maggie Mae, cukup indah saat kami memainkannya.
Di balik layar setelah permainan kami
selesai, ada seorang anak ingin bergabung dengan band kami, sebut saja Paul.
“Mau beer ?” tanyaku pada Paul.
“Well, gue suka teh. Ada yang mau request ?” Paul bertanya lagu apa yang
harus dinyanyikannya. Lalu dia memainkan lagu Twenty Flight Rock dengan keren dan tangan kiri, sesuatu yang unik
buat kami.
“Berapa umurmu ?” Tanyaku pada Paul “Lima
belas.” Jawab Paul “Kapan ?” tanyaku lagi “Bulan Lalu.” Jawab Paul. “Maaf,
Tick-tock, senang bertemu denganmu, tapi kami ada latihan.” Itul kalimatku saat
menolaknya masuk ke band. Tapi sesaat sebelum Paul pergi, aku mengajaknya untuk
berlatih gitar bersama di rumah Tante Mimi.
“Blue Moon. You saw me standing alone. Without a dream in my heart.
Without a love in my own.” Tak lama kemudian, Tante Mimi yang sedang membaca novel dan menikmati
kedamaian terganggu, dan mengusir kami keluar rumah.
Aku berlatih, waktu demi waktu tanpa
memperdulikan nilaiku di sekolah. Aku membuat banyak laguku sendiri. Sampai
akhirnya Tante Mimi mendapat laporan tentang nilaiku. “Dimana gitarku !”
tanyaku pada Tante Mimi. “Aku telah menjualnya.” “Tumbuhlah, John. Berhentilah
bertingkah seperti anak kecil.” “Enyahlah, Mimi.” Aku lalu pergi ke rumah Ibuku
untuk meminta uang dan menebus kembali gitar yang telah menemaniku selama ini.
Dengan gitar yang sudah ditebus, kini
aku dan bandku telah melakukan konser di banyak club dan café di Liverpool.
Ingatlah satu hal, di saat itu Rock and
Roll sudah banyak ditinggalkan orang, Jazz
menjamur dimana – mana. Tapi ingatlah, Rock
and Roll tak akan mati.
Lalu kami bertemu dengan George di
bus dan mengajaknya untuk bermain di band. George, Aku dan Paul memegang Gitar
dan Stuart sebagai Drummer, It’s simply
awesome for a local band, itulah kurang lebih kalimat yang ada di
pikiranku. Dengan singkat, kepopuleran The Quarryman menjamur kemana – mana.
Abdullah
***